Sabtu, 27 Februari 2016

Segala Sesuatu Bisa Dibatasi.



Kala itu jumat, 8 January 2016. Persisnya pada hari ulang tahun teman satu mess ku. Kami sama-sama bekerja di sebuah yayasan swasta. Dia seorang staff management sebagai designer dan saya sebagai guru. Tidak terbersik dalam pikiran saya pada saat itu. Kira-kira akan kejutan apa yang terjadi pada hari itu. Sepulang dari sekolah seperti biasanya langsung menuju mess kami tercinta. Namun sebelum tiba di mess saya mampir di sebuah modern market, Maxi. Saya membelikan beberapa keperluan lelaki, semir sepatu dan lain-lain.
Tiba di mess, saya langsung menyemir sepatu dan memperbaiki beberapa sepatu lama saya yang sedikit koyak akibat sudah tua dan saya kasi lem untuk menyatukan beberapa bagian yang sudah menganga. Semua sepatu saya perbaiki. Saya merasa senang dan spontan terbersik dalam pikira dan hati kecil saya. “tumben saya memperbaiki ini semua, memagnya saya mau bepergian kemana?” itulah yang ada di pikiran saya.
Setelah itu saya mencoba merebahkan tubuh saya di bed bertingkat kami. Oleh karena penatnya beraktivitas seharian di sekolah, tidak begitu lama mata saya terpejam dan membawakan saya dalam tidur lelap. Sekitar pukul 17.00 wita saya terbangun dan badanpun terasa segar. Teman-teman yang lain juga sudah pada pulang dari kerjaan.
Dengan melihat mereka sibuk kesana kemari seakan ada rencana untuk bepergian. Katakanlah hang out. Seperti biasanya apapun yang terjadi di mess itu saya tidak sungkan-sungkan menanyakan kepada teman-teman. “pada mau kemana sich, kok pada sibuk semua?”. Eh, ternyata benar asumsi saya. Mereka mau hang out. Mereka mengajak saya. Awalnya saya menolak ajakan mereka. Saya berpikir untuk yang kedua kalinya karena seorang dari mereka mengatakan ada acara traktiran dalam rangka ulang tahun teman kami yang dari kupang itu, Tiar. Beda dari yang biasanya, agak jarang dan tidak begitu minat jalan malam-malam apalagi dengan teman-teman cowok.
Tidak lam setelah saya diajak, saya pun meladeni ajakan mereka dan kami bergegas ke tempat angkringan lagganan teman-teman. Kami tiba disana. Saya sedikit betah dengan adanya wifi gratis. Hingga satu jam kami hanya bertiga disana dan menunggu teman-teman yang lain begitu lama. Hingga sekitar puku 20.00 wita teman-teman pada datang dan meramekan tempat dimana kami duduk dan sedikit berisik karena teman-teman saya yang kebanyakan bertipe dominan dan intim sementara saya bertipe stabil, maklum tipe pendengar yang baik. Saya lebih banyak mendengar celoteh-celoteh dan curhatan mereka seputar kerjaan dan canda tawa. Sya bisa tertawa banyak disana. Apalagi aksi si kupang kami yang satu itu. Setiap ucapan yang dilontarkan dan mimiknya mengandung sejuta tawa. Tidak salah ketika saya tertawa ketika dia bicara. Selang beberapa jam kemudian, dua orang dari teman-teman ternyata sudah merencanakan ada sebuah surprise untuk ulang tahun sikupang teman kami itu. Surpriseeeeeeee!!! Tada!!!!!!!! Dia pun malu karena dilihatin bayak pengunjung yang ada di angkringan pada malam itu.
Usai acara potong dan makan birthday cake-nya, waktupun kini larut malam. Pukul 00.00 wita tepat, muka saya pun sudah kusam dan pelipis mata atas dan bawahpun seakan ingin berjabat. Begitu juga dengan teman-teman sudah mengeluarkan nafas-nafas panjang beberapa kali. Ternyata, penelusuran itu tidak berakhir di angkringan. Kami masih diajak ke Bar. “Whhhhhhhat”. Hal yang tidak biasa bagi saya. Jangankan kesana, telinga saya terkadang najis mendengarnya. Namun oleh karena tawaran dan rayuan teman-teman dan dunia saat itu, saya juga tidak membayagkan kalau malam itu berujung di bar. Dulu saya membayangkan kalau bar itu adalah sesuatu tempat yang tabu dan tidak akan pernah mampir disana. Singkat cerita, kami jadi kesana dan tiba di kasir, masih dengan teman kami sikupang satu itu merogoh koceknya hingga 2 juta rupiah hanya untuk masuk dan sebotol minuman keras beralkohol. Saya tidak mautau apa nama minumannya. Kami pun memasuki tempat yang remang-remang dengan suara musik remix yang mengguncang seisi ruangan itu. Pengalaman pertama bagi saya. Ketika masuk kedalam telingan dan kepala saya seakan mau pecah akibat dengungan bas da trible musik remixnya. Kami langsung menuju tempat duduk yang kosong tepat di sudut bar itu. Beberapa pelayan bar langsung menghampiri kami dan memberikan minuman serta banyak lagi tawaran-tawaran seputar produk mereka di bar itu. Malam itu saya sedag ada di tengah-tengah yang dikatakan dunia malam. Saya terbayang dengan film-film hollywood yang beberapa scene-nya ada di bar dan diskotik. Saya menempatkan diri saya sebagai salah satu pemeran dalam film itu.
Tidak banyak kata dan kalimat yang keluar dari mulut kami. Hanya satu aktifitas yang tepat yang bisa dilakukan, yaitu dugem dalam bahasa gaulnya. Teman-teman yang sudah familiar dengan hal-hal seperti itu sehingga membuat badan mereka tidak kelihatan kaku saat menari seperti orang histeris layaknya seseorang yang mendewakan sesuatu. Pertama dalam benak saya adalah untuk mengamati bagaimana proses berjalannya aktifitas mereka disana. Tidak begitu lama teman-teman mengajak dan memaksa saya untuk meminum miras dan memasuki arena dugem. Badan saya pun seakan welcome dengan situasi itu. Dengan spontan badan saya mencoba untuk mengikuti gerakan-gerakan orang banyak banyak perlihatkan ditempat itu. Awalnya, teman-teman menertawakan saya karena badan saya yang begitu kaku dan belum terbiasa. Seiring dengan semakin bertambahnya miras masuk ketubuh seiring dengan itu jugalah gerakan-gerakan kreatif saya keluar. Kalau dipikir-pikir kadang saya malu sendiri pada diri saya.
Stigma masyarakat terhadap bar ataupun dunia malam sangat negatif. Apa yang saya lihat saat malam itu tidak berbeda jauh denga apa yang dipikirkan masyarakat banyak. Disana ada banyak wanita-wanita yang berjuang hidup dengan cara yang salah seperti prostitusi, miras, merokok dan masih banyak lagi. Bagi saya dugem itu tidak salah, bahkan bar itu tidak salah. Bar bisa saja sebagai tempat dimana seseorang buang suntuk atau cari hiburan dengan melepaskan kepenatan dengan menari walaupun dengan sedikit histeris. Namun tidak harus membumbuinya dengan pergaulan bebas atau prostitusi, miras dan narkoba. Saya mendapatkan pelajaran banyak disana. Setiap tamu yang datang kesana akan disambut dengan lemparan sejuta senyuman. Mereka memang ahlinya hospitality. Saat itu ada wanita disana menawarkan jabat tangan dan ingin berkenalan, teman-teman meladeninya. Namun saya sendiri ignore, tidak meladeninya. Saya langsung teringat pada pujaan hati saya yang sangat cantik dan menawan. Jauh lebih suci dari mereka.
Masuk ke dunia malam bukan berarti kita harus ambil bagian di dalamnya. Kita harus belajar dari ikan di laut. Walaupun airnya asin namun ikannya tidak harus asin. Walaupun tempat dimana kita berada hitam atau gelap, kita tidak harus terikut arus. Sekitar pukul 03.00 wita kami pun bertolak dari tempat itu dengan satu orang teman kami dengan keadaan sempoyongan dan tidak sadarakibat kebanyakan minum. Sehingga teman-teman harus merangkulnya saat berjalan.
Kami pulang, di perempatan jalan teman-teman masih berpikiran aneh dan ingin cari lonceng, biasanya disebut banci. Saya pun tidak ikut dalam aksi itu dan saya lebih memilih kembali ke mess. Malam itu pun berakhir dengan begitu aneh menurut saya. 

10 Januari 2016
By. Coki Gultom

Tidak ada komentar:

Posting Komentar