Senin, 21 Maret 2016

Lingkunganku Bersih dan Sehat

Ini adalah hanya sedikit dari aktivitas pembelajaran kelas 1 Tema Lingkunganku bersih dan sehat pada pertemuan sub tema lingkungan sekolahku. Dalam pembelajaran ini digabung mulai dari pembelajaran 1 hingga pembelajaran 6 yang dituntaskan dalam satu hari tanpa mengabaikan indikator, tujuan pembelajaran dan kompetensi yang sudah ditentukan. Diawal pertemuan,  guru membuka kelas dengan menceritakan short story tentang si tupai yang sangat teratur yang ada relasinya dengan bagaimana siswa menyikapi jika lingkungan sekolah atau dimana mereka berada sedang tidak bersih da kotor. 
Setelah itu, guru mengajak mereka keluar dari ruangan kelas dan mengamati apa saja yang mereka lihat di sekitar sekolah dan menyebutkan apa saja yang mereka amati. Usai menyebutkan apa saja yang mereka amati, guru bertanya dengan keadaan sekitar apakah bersih dan teratur. Apabila mereka mengatakan kotor dan tidak teratur maka guru bertanya kembali tindakan apa yang harus mereka lakukan. Saat itu, halaman sekolah sedang tidak begitu bersih dan ada beberapa sampah, sehingga mereka memungut sampah hingga bersih. Barang tentu tangan mereka kotor akibat memegang sampah. Namun pertanyaan guru kembali muncul apakah tangan mereka bersih atau kotor. Guru menjelaskan tangan yang kotor memiliki kuman yang tidak bisa dilihat secara langsung/ kasat mata. Guru menganjurkan anak-anak untuk mencuci tangan. Mencuci tangan adalah salah satu kegiatan merawat tubuh. Setelah selesai mencuci tangan anak-anak kembali masuk ke ruangan kelas untuk melanjutkan pembelajaran. Guru menanyakan perasaan mereka setelah melakukan kegiatan itu. Membersikan lingkungan juga merupakan sikap kepedulian kita atau dalam hal ini adalah anak-anak terhadap lingkungan sekitar agar kita bersih dan sehat. Mereka juga belajar bertanggungjawab atas lingkungan sekitar. Dengan memiliki lingkungan yang bersih maka akan jauh dari penyakit. Maka bersyukurlah pada Tuhan saat kita masih sehat ketika lingkungan kita kurang bersih sekalipun bersih dan rapi seperti kompetensi inti dalam pembelajaran ini.
Salah satu siswi sedang memungut dedaunan yang sudah masak yang bertaburan di halaman sekolah. Ini adalah aktualisasi tanggungjawab dan kepedulian mereka terhadap lingkungan.
Siswa-siswi mebuang sampah pada tempat yang sudah disediakan. Anak-anak ditanamkan kesadaran agar membuang sampah ke tempatnya dan tidak membuang sampah di sembarangan tempat.
Antusiasme anak-anak saat membersihkan lingkungan sekolah.
Para siswa sedang kerja bakti membersihkan halaman sekolah.
Para siswa sedang bekerja bakti saat membersihkan pekarangan sekolah.
Ice breaker dalam pembelajaran.
Sesi menonton video tentang lingkungan bersih, hidup bersih dan sehat.
Sesi menonton tentang menjaga lingkungan agar tetap bersih dan rapi.
Dalam pembelajaran ini juga mereka belajar bagaimana cara merawat tubuh agar tetap sehat, seperti merawat tubuh, makan makanan bergizi, olah raga yang cukup.
Dan masih banyak aktivitas lainnya seperti belajar menjumlahkan dengan menggunakan penjumlahan dan pengurangan bersusun ke bawah dalam Matematika. Mereka juga belajar menyusun kalimat yang tidak tersusun menjadi kalimat sempurna. Dan masih banyak lagi. Semoga bermanfaat.



Siswa membuat poster tentang anjuran untuk menjaga kebersihan lingkungan sekitar.

Kamis, 10 Maret 2016

Resolusi 2015



Kick off the second round di semester 2 T.A. 2014/2015
Mengawali semester itu, saya telah lakukan berbagai usaha mulai dari memotivasi diri saya hingga pembobotan secara akademik yang walaupun saya lakukan secara autodidactic. Cara ini adalah cara klasik yang saya miliki sejak saya mengenal tulisan hingga saat ini. Saya tidak memiliki dana yang cukup untuk mengikuti pelatihan extra secara nonformal untuk meningkatkan kemampuan/skill yang saya bidangi saat ini. Namun saya yakin dengan cara klasik ini saya akan mendapatkan sesuatu yang berarti atas apa yang saya targetkan. Saya berkeyakinan bahwa sebuah kesuksesan terdiri dari 1 % bakat dan 99 % usaha. Demikian diungpkapkan seorang filsafat favorit saya Albert Einstein. Namun diatas semua itu, Tuhan turut campur tangan atas usaha dan menjawab doa-doa saya, Amin.
Tidak sampai disini saja. Usaha dan pemikiran saya ternyata masih berlanjut dan bahkan mengerucut ke hal-hal yang mengkhawatirkan atas diri saya sendiri. Seakan terbersik ke telinga dan hati saya sehingga ini sangat mengganggu bagi kelangsungan pelayanan sebagai seorang pengajar. Bukan tidak banyak seruan bagaikan seorang malaikat mengingatkan saya atas kekhawatiran ini, namun saya seakan lebih kuat untuk menentang semua seruan itu. Ada diantara mereka yang memberikan semangat lewat doa, ada yang selalu mengingatkan lewat perhatian dan kesaksian-kesaksian nyata yang cukup memberikan pelajaran atas semua ini. Seakan apa yang ada di sekelilingku berlalu begitu saja tanpa menghiraukannya.
Kini, kenyataan terjadi seakan menjawab semua kekhawatiranku. Seakan aku menyesali semua apa yang terjadi. Terkadang aku menyalahkan diriku sendiri. Saya menjadi lemah dan lumpuh secara rohani. Aku menjadi sensitive atas semua yang terjadi di sekelilingku. Kesalahan kecil yang saya lakukan serasa sebuah gajah besar ada di pelipis mata ini, sehingga saya tidak lagi mampu untuk memandang terangnya sebuah hidup. Saya telah dibutakan sebuah kekhawatiran dan penyesalan. Saya bertanya. Apakah ini jawaban dari kekhawatiran ini?
Ya Tuhan.. saya menganggukkan sebuah permohonan pada-Nya, kiranya dibukakan pintu dan menunjukkan jalan atas semua ini. Memanglah manusia sungguh mahluk tidak berdaya dan tidak berarti apapun dibanding Tuhan Sang-pencipta.
Sangat jenuh dan frustasi rasanya ketika tidak bisa berbuat banyak dan harus berkata apa. Hati kecil terkadang berkata “mungkin bukan passion saya ada disini”. Namun saya harus tetap teguh pada pendirian bahwa the power of semangat ada pada diri saya. Saya adalah bukan saya yang pecundang saat ini. Saya ada pada ketika saya pertama kali ada di posisi ini. Integritas yang tinggi dan militansi yang luar biasa yang selalu saya miliki kini seakan tidak berjalan/ berfungsi. Saatnya butuh bahan bakar rohani untuk membakar semangat ini.
Banyak orang berkata, semakin kita mengalami banyak cobaan, itu artinya kita sedang diuji untuk naik level. Statement ini terkadang mampu menetralisir kebimbangan saya agar kembali kepemikiran yang motivated. Yang menjadi pertayaan adalah apakah situasi saat ini ada kaitannya dengan proses ujian yang diartikan pendapat umum ini? Semakin membingungkan diri saya.
Saya menyadari bahwa saya tidak ahli di bidang yang saya geluti saat ini. Saya hanya ingin merenung. Saya ada disini apakah hanya pelengkap dalam artian untuk memenuhi kwota atapun tidak ada pilihan lain? Sesak dada ini. Tidak sanggup menerima pertanyaan ini. Semoga pemikiranku salah. Namun bilamana itu benar, bukankah mereka yang ada di sekelilingku cukup sabar menerima kebodohan ini? Atau mereka hanya menunggu tenggang waktu yang harus dituntaskan secara administrasi saja?
Ya Tuhan, pikiran ini selalu negative untuk menyikapi semua ini. Keyakinan saya sanyat tinggi dengan asumsi-asumsi lewat pertanyaan ini. Seakan tidak salah lagi. Namun sebaliknya, dibalik keringkihan jiwa ini saya melihat ada pertolongan Tuhan lewat hamba-hambaNya di sekelilingku untuk menjadikan saya menjadi pribadi yang lebih siap lagi. Mereka memahami saya dan banyak cara yang dilakukan untuk meng upgrade saya saat ini. Semoga semua usaha ini menjadi aga gunanya bagi saya dan berharap akan lebih baik lagi.
Sulit menterjemahkan kedalam rangkaian kata-kata. Kejanggalan yang begitu banyak yang saya lakukan dalam pengajaran saya. Dua minggu berlalu tahun ini bersama anak-anak. Pertemuan yang paling awal dan hendaknya mengasyikkan bagi mereka justru mereka menilai dan memandang saya dengan tidak sesuai yang ada pada pikiran saya. Beberapa dari mereka membenci dan tidak bisa menerima kekurangan saya. Setiap pulang dari sekolah saya menyempatkan waktu untuk merenung sejenak dengan apa yang mereka labelkan pada diri saya. Sangat menggangu semangat saya dan saya bingung tidak tahu melakukan apa agar mereka bisa menerima seadanya saya. Saya menjadi bahan ejekan beberapa dari mereka. Saya ditentang dan memperlakukan tidak enak didengar dan hingga menyakitkan hati. Saya hanya bisa berbdoa atas mereka agar mereka menjadi manusia baru yang mampu melihat poin of view seseorang termasuk saya. Semoga Tuhan bekerja di hati mereka dan Tuhan selalu memberkati mereka.
Wahai anak-anak. Saya tidak menganggap kalian sebagai musuh. Saya marah bukan karena benci. Kemarahanku bukanlah sebuah amarah, namun adalah kasih sayang. Jangan membuat hati ini tertekan dan belajarlah mengerti orang dan melihat sisi baiknya. Semoga Tuhan membekali saya, memberikan kebijaksanaan dan kepintaran bagi saya, Amin.
 

Selasa, 01 Maret 2016

Dimana Letak Keadilan

Keadilan artinya tidak berat sebelah. Bahasa lainnya adalah memeperoleh perlakuan yang sama dari seseorang. Itulah terjemahan sederhananya dalam kehidupan kita sehari-hari. Hari ini saya senang ditegur akibat kekurangan saya ketika membawakan bible story time di kelas 2A. Ketika saya membawakan renungan tersebut, tiba-tiba seorang koordinator renungan di tempat saya mengajar itu masuk ke kelas, seakan saya disupervisi begitulah istilahnya, namun tidak sengaja dengan kedatangannya, saya yakin bahwasaya itu bukanlah supervisi. 
Saya mengakui kalau beliau adalah ahli dalam rule ini karena dia adalah penanggungjawab dalam hal ini. Renungan berjalan dengan lancar. Namun saya mengakui kalau renungan yang saya bawakan tidak jauh dari kata kurang bagus/baik. Baik itu cara penyampaian, penguasaan materi dan penguasaan kelas yang saya miliki yang begitu masih kurang mantap. 
Yang paling fokus disoroti beliau adalah saya membawakannya dengan waktu yang cukup lama sehingga memakan waktu lain yang sudah dibatasi. Saya mengakui kelemahan saya disitu. Saya tidak memandang itu sebagai malapetaka ataupun kekurangan. Bagi saya, semakin banyak waktu yang saya habiskan untuk memeberi nilai bagi anak-anak merupakan sebuah kesempatan besar untuk membangun karakter dan jati diri mereka. Jadi, ketika saya ditegur masalah waktu tersebut sah-sah saja. Kita menyikapinya dari sudut pandang yang berbeda. Bagi saya, yang menjadi fundamentalnya adalah masalah nilai, bukan waktu.
Kalau berbicara waktu, saya teringat kepada beliau. Saya mengakui kerja keras beliau, dia adalah master dan tanggungjawab dalam hal yang dia tangani saat ini, yaitu bagian dari Chapel. Sebagai penanggungjawab beliau sekaligus menjadi judge dalam hal waktu. Dengan kata lain sebagai timer bagi setiap pembawa renungan. Yang saya lihat, bagi dia waktu adalah sesuatu yang tabu untuk ditawar. Makanya beliau selalu mencoba mengingatkan selalu menggunakan waktu se-efektif mungkin.
Namun, hal yang sering janggal yang selalu saya ikuti dan perhatikan. Penerapan tentang keadilan dalam pemanfaatan waktu masih kurang adil. Beliau khas dengan warning menggunakan batuk andalannya. apabila seseorang sudah melewati batas waktu yang sudah ditentukan maka beliau akan berbatuk 1, 2, 3 hingga yang ke sekian kalinya. Itu maksudnya agar seseorang segera menutup dan menyelesaikan suatu renungan atau apapun itu yang seseorang sedang bawakan.
Sungguh trik yang sangat bagus. Namun, apakah itu berlaku untuk semua kalangan? bagi saya dan teman-teman guru diberlakukan. Bagaimana untuk Kepala sekolah dan wakil kepala sekolah? mereka sebagai teladan tidak diperlakukan seperti yang teman-teman lain dapatkan. Sebaiknya sebagai teladan merekalah yang terlebih dahulu melakukannya. Apakah sebagai seorang penanggungjawab tidak bertaji untuk mengingatkannya kepada mereka? atau bahkan mereka memperoleh perlakuan khusus? sungguh tidak adil. Saya tidak setuju. Sungguh...

This is just a diary..