Selasa, 01 Maret 2016

Dimana Letak Keadilan

Keadilan artinya tidak berat sebelah. Bahasa lainnya adalah memeperoleh perlakuan yang sama dari seseorang. Itulah terjemahan sederhananya dalam kehidupan kita sehari-hari. Hari ini saya senang ditegur akibat kekurangan saya ketika membawakan bible story time di kelas 2A. Ketika saya membawakan renungan tersebut, tiba-tiba seorang koordinator renungan di tempat saya mengajar itu masuk ke kelas, seakan saya disupervisi begitulah istilahnya, namun tidak sengaja dengan kedatangannya, saya yakin bahwasaya itu bukanlah supervisi. 
Saya mengakui kalau beliau adalah ahli dalam rule ini karena dia adalah penanggungjawab dalam hal ini. Renungan berjalan dengan lancar. Namun saya mengakui kalau renungan yang saya bawakan tidak jauh dari kata kurang bagus/baik. Baik itu cara penyampaian, penguasaan materi dan penguasaan kelas yang saya miliki yang begitu masih kurang mantap. 
Yang paling fokus disoroti beliau adalah saya membawakannya dengan waktu yang cukup lama sehingga memakan waktu lain yang sudah dibatasi. Saya mengakui kelemahan saya disitu. Saya tidak memandang itu sebagai malapetaka ataupun kekurangan. Bagi saya, semakin banyak waktu yang saya habiskan untuk memeberi nilai bagi anak-anak merupakan sebuah kesempatan besar untuk membangun karakter dan jati diri mereka. Jadi, ketika saya ditegur masalah waktu tersebut sah-sah saja. Kita menyikapinya dari sudut pandang yang berbeda. Bagi saya, yang menjadi fundamentalnya adalah masalah nilai, bukan waktu.
Kalau berbicara waktu, saya teringat kepada beliau. Saya mengakui kerja keras beliau, dia adalah master dan tanggungjawab dalam hal yang dia tangani saat ini, yaitu bagian dari Chapel. Sebagai penanggungjawab beliau sekaligus menjadi judge dalam hal waktu. Dengan kata lain sebagai timer bagi setiap pembawa renungan. Yang saya lihat, bagi dia waktu adalah sesuatu yang tabu untuk ditawar. Makanya beliau selalu mencoba mengingatkan selalu menggunakan waktu se-efektif mungkin.
Namun, hal yang sering janggal yang selalu saya ikuti dan perhatikan. Penerapan tentang keadilan dalam pemanfaatan waktu masih kurang adil. Beliau khas dengan warning menggunakan batuk andalannya. apabila seseorang sudah melewati batas waktu yang sudah ditentukan maka beliau akan berbatuk 1, 2, 3 hingga yang ke sekian kalinya. Itu maksudnya agar seseorang segera menutup dan menyelesaikan suatu renungan atau apapun itu yang seseorang sedang bawakan.
Sungguh trik yang sangat bagus. Namun, apakah itu berlaku untuk semua kalangan? bagi saya dan teman-teman guru diberlakukan. Bagaimana untuk Kepala sekolah dan wakil kepala sekolah? mereka sebagai teladan tidak diperlakukan seperti yang teman-teman lain dapatkan. Sebaiknya sebagai teladan merekalah yang terlebih dahulu melakukannya. Apakah sebagai seorang penanggungjawab tidak bertaji untuk mengingatkannya kepada mereka? atau bahkan mereka memperoleh perlakuan khusus? sungguh tidak adil. Saya tidak setuju. Sungguh...

This is just a diary..

1 komentar:

  1. Mohon maaf dalam kesalahan penulisan. Heheh. Masih belajar nulis.

    BalasHapus