Minggu, 28 Februari 2016

AKU BERBEDA


Perbedaan berasal dari bahasa Inggris difference yang atinya adalah perbedaan. Di Negara ini, Indonesia, perbedaan kerap kali menjadi persoalan. Perbedaan tidak bisa diterima beberapa pihak yang tergabung dalam komunitas-komunitas radikal yang menganggap paham merekalah yang benar da memandang paham lain rendah dan menganggap apa yang diluar pemahaman mereka adalah kafir. Bukan tidak banyak mereka berasal dari kelompok yang mengatas namakan agama. Layaknya suatu agama mengajarkan tentang kebaikan untuk dilakukan dibumi ini. Mengajarkankan bagaimana agar hidup berdampingan tanpa ada dengki dan merendahkan. Juga mengajarkan tentag toleransi serta simpati terhadap individu lainnya. namun kenyataannya adalah suatu agama menjadi buruk citranya oleh karena ulah-ulah yang tidak bertanggungjawab tersebut. Itulah seputar perbedaan. Banyak pengamat politik dan hukum serta pemerhati pendidikan mengatakan bahwa semua ini adalah sebuah kegagalan pelaku pendidikan selaku pelopor karakter anak bangsa di negeri ini. Seakan menjadi tugas utama guru dalam hal ini. Akan tetapi, kali ini tidak berbicara tentang apa itu perbedaan dan bagaimana aplikasinya dalam kehidupan ini, kali ini lebih cenderung pada kisah duniaku dan dunia teman-temanku.
Saya awali dari gambaran sebuah kisah sepasang kekasih. Berakhirnya suatu hubungan pasangan kekasih apa bila berakhir dengan naik tingkat, yaitu memulai hidup baru dengan gelar pasutri atau pasangan suami istri. Barang tentu setiap pasangan telah memiliki rancangan yang sudah mantap sebelum melangsungkan sebuah ikatan janji kasih itu. Yang pasti adalah masa depan yang cerah dan dengan kesuksesan yang melimpah. Berbagai persiapan pasti dilakukan untuk mengejar secercah harapan yang indah. Katakanlah program jangka pendeknya adalah memiliki generasi baru. So pasti, setiap lahir seorang anak pada sebuah pasangan akan hadir sebuah kebahagiaan yang tak terbayarkan. Hingga menaruh semua harapan dan cita-cita pada anak pertama. Apapun dilakukan. Persiapan untuk itu pun pastilah dengan persiapan yang extraordinary. Memberikan asupan makanan bergizi serta vitamin yang cukup. Menyekolahkannya disekolah favorit. Menyajung dan memotivasi bagaikan semua bangsa telah menantikan kehadirannya didunia. Itulah yang seharusnya dimiliki seorang anak yang baru lahir kedunia. Sebab dia tidak pernah minta untuk lahir. Sebab dia putih bagaikan kapas. Sebab dia bukan mahluk yang bersalah. Sehingga layak diperlakukan dengan penjagaan yang prima serta kasih sayang. Yang menjadi pertanyaan. Apakah semua orangtua sudah memperlakukan anaknya dengan kasih sayang?
Memperlakukan dengan penuh kasih sayang. Apa yang menjadi tolok ukur perlakuan dengan penuh kasih sayang? Memberi uang, mentraktir banyak orang, menyanjung dan meberi kado disaat natal dan tahun baru atau ulag tahun. Apakah itu yang dinamakan dengan perlakuan kasih sayang? Itu menjadi refleksi kita bersama dan cukup dijawab dalam hati.
Kini usia saya 26 tahun dan saya makin mengerti dan bisa melihat arah hidup saya ada dimana alias passion. Saya semakin nyaman bersama anak-anak. Tidak hanya bersama anak dimana tempat saya mengajar, namun setiap melihat sosok anak menambah semangat diri saya dan seakan ada karisma dimata saya ketika setiap anak memandang kearah saya. Mereka banyak yang tersenyum. Saya senang dan bahagia saat melihat senyuman itu. Seakan senyuman itu menambah amunisi semangat yang ada pada diri saya. Anak merupakan hal luar biasa bagi saya. Saya semakin mengerti dunia anak. Mereka adalah harapan bangsa dan generasi penerus dunia. Itu bukanlah teori semata. Walau kita hebat saat ini, tapi kita sudah punya kemampuan terbatas disbanding mereka. Cita-cita kita sudah pupus dimana kita berada saat ini, namun mereka masih punya sejuta harapan dan cita-cita untuk masa yang akan datang. Jadi mereka bukan objek permainan dan bukan hal sepele. Untuk itu anak-anak harus dibimbing, dijaga, diarahkan da disayangi.
Dari awal tulisan ini mengulas kejadian-keadian yang umum terjadi. Namu saya memiliki hidup atau dunia yang berbeda dengan kejadian yang umum terjadi ini. Saya juga pernah didalam kandungan orangtua saya, juga pernah lahir dinantikan banyak orang, pernah kecil, remaja, dewasa dan hingga kini. Mengapa saya katakana punya dunia yang berbeda disbanding teman-teman yang lain? Pembahasan selanjutnya akan menjawab pertanyaan ini.
Kalau diawal saya mengatakan seorang pasutri punya rencana atas anak yang bakal hadir ditengah-tengah keluarga mereka. Dan itu kita amini bersama. Bagaimaa dengan orangtua saya? Saya yakin bahwa orangtua saya dipercayakan oleh Tuhan untuk dititipkan bagi mereka agar memuliakan-Nya kelak. Sudahkah mereka sukses dan bertanggungjawab atas titipan yang Tuhan berikan itu? Saya tidak pernah menyalahkan mereka. Justru mereka adalah pahlawan bagi diri saya. Apakah Tuhan salah memilih orang untuk menitipkan saya? 100% tidak. Saya adalah satu dari beberapa orang yang beruntung yang Tuhan titipkan kedunia ini. Mengapa? Biarlah terjawab lewat pernyataan-pernyataan yang akan muncul nanti.
Ketika saya berusia satu tahunan, fisik saya tidak tumbuh sebaik balita-balita lainnya. saya mengalami penyakit yang kurang begitu aku ketahui persis nama penyakitnya sehingga saya harus dirawat saudara laki-laki ibu saya, kalau di kami orang batak disebut Tulang. Jadi usia balita, saya dirawat Tulang saya mulai saya tidak mengenal hidup hingga mulai mengenal hidup. Mengapa saya yakin mengatakan demikian? Banyak orang dan keluarga saya mengakui dan menyatakan hal itu pada saya. Hingga saya tidak mengenal ayah dan ibu saya ketika saya pertama sekali mengenal hidup. Saya mulai mengenal hidup ini kira-kira usia tiga tahunan. Saat itu saya sudah bisa dilepas oleh Tulang saya karena penyakit saya sudah pulih dan mereka yakin dengan asupan gizi natural yang sudah mereka berikan selama ada pada mereka. Saat itu pula saya takut pada ayah dan ibu saya. Mereka datang menjemput saya. Yang saya tau saat itu orangtua saya adalah yang merawat saya ketika sakit yaitu Tulang saya. Kalau dipikir-pikir betapa sakitnya hatiu ibu saya saat itu. Tapi semua itu adalah karena begitu besar kasih Tulag saya hingga menerima saya untuk dirawat hingga sehat total. Seiring dengan berjalanya waktu saya mulai bisa menerima ayah dan ibu saya sebagai orangtua saya.
Dengan rasa bangga dan rendah hati, saya perkenalkan latarbelakang orangtua saya. Mereka dulunya adalah anak orang yang berkecukupan, cukup terpandang di kampung mereka masing-masing. Mereka merupakan anak yang maja saat masa mudanya. Mengapa saya katakana anak yang cukup manaja? Contohnya ayah saya ketika duduk di bangku SMP, tidak jarang saya dengar selalu trouble maker dalam setiap saat. Ketika duduk di bangku SMA ayah saya sudah terbiasa diberangkatkan kesekolah dengan suguha uang kantong yang lumayan banyak. Ayah saya dulu salah satu yang disegani dalam gengnya pada saat itu. Hingga harus menjalani tiga sekolah yang berbeda saat itu. Jangakan orangtuanya, saya saja mendengarnya sungguh tidak bisa diterima akal sehat saya. Apa yang terjadi pad diri ayah saya? Apakah pendidikan yang salah yang diterapkan orangtuanya? Setiap orangtua punya cara yang berbeda dalam mendidik anak. Saya tidak tahu teori apa yang digunakan kakek-nenek saya dalam mendidik anak-anaknya. Sebab saya belum ada saat itu. Tidak berbeda jauh dengan kisah ibu saya. Konon katanya orangtuanya memperlakukannya berbeda dengan yang lain. Dia seakan dianak emaskan, setiap ibu saya membuat permintaan, dalam hal ini adalah permintaan untuk memilih tempat sekolah dan pilihan-pilihan lainnya. sebuah kebebasan yang tapat yang diberikan orangtuanya pada ibu saya sehingga yang menjadi masalah adalah kontrol yang kurang serius yang menjerumuskan ibu saya harus meninggalka bangku kuliahnya dan memilih untuk bekerja karena pengaruh lingkungan. Olehkarena kurang pengawasan tadi dengan leluasanya dengan mudahnya dia diyakinkan oleh ibu saya. Tinggallah kuliahnya. Namun, kenyataannya adalah pekerjaan yang dijanjikan temannya berujung ketidak pastian. Begitulah sedikit dari gambara singkat masa lalu mereka berdua.
Kedua orangtua saya berpropesi sebagai petani. Namun berbeda dengan selayaknya sebagai petani. Mereka tidak punya latarbelakang yang cukup untuk menjadi seorang petani. Kita tahu lah bagaimana masa lalunya. Memang anak petani berdasi, namun tidak pernah bersentuhan dengan sarana-sarana dan tidak cakap dalam hal bercocok tanam. Sehingga butuh waktu yang lama untuk menjalani proses belajar.
Ketika saya remaja sering berpikir aneh dan merenung mengapa hidup kami tidak begitu enak seperti keluarga-keluarga yang lain; akur, berkecukupan, selalu ceria. Terlepas dengan apa yang terjadi pada diri mereka yang sebenarnya, namun yang saya lihat mereka adalah hidup survive. Kini saya semakin memahami artinya hidup. Saya semakin mengerti dan berusaha memahami semua yang terjadi pada keluarga kami.
Ketika saya berusia tiga tahun, ibu saya menghabiskan hari-harinya disawah. Dia adalah ibu yang bertanggungjawab dan penuh dengan perjuangan walaupun saya sering menyesalkan menikah dengan ayah saya. Saya yakin penyesalannya itu hanyalah sebuah kejenuhannya dalam setiap aktivitasnya disawah. Setiap hari ibu saya keladang dan sawah, bekerja sembari saya tidur dalam gendongan ibu saya. Terkadang saya ngeyel dipunggung ibu saya, saya menangis, saya tidak tahu kalau ibu saya begitu lelahnya saat itu, tetesan keringat mengalir dipunggung ibu saya, tidak mengerti apa itu. Terkadang ibu saya lelah dan menidurkan saya di joglo kecil ditengah-tengah persawahan. tidak jarang saya menangis di joglo memanggil-manggil ibu saya dan membiarkan saya merangkak bermain dipersawahan. Itulah yang saya alami diusia seharusnya belajar. Justru saya menghabiskan hari-hari bersama ibu saya diladang, bermain lumpur, bermain bersama hama padi, belalang dan binatang-binatang kecil lain yang kadang-kadang menghinggapi kepala saya tanpa sepengetahuan ibu saya ketika dia sedang sibuk dengan padi—adinya saat itu. Sementara teman-teman seusia saya saat itu menghabiskan masa kecilnya dengan mainan-mainan yang sedikit modern, yang lainnya sudah duduk di bangku Play Group dan TK. Terjadi kesenjangan yang sangat vertikal. Teman tema seusia saya sudah mengenal huruf dan angka dengan baik. Sementara saya masih bergulat dengan lumpur dan celana serta baju basa saya akibat dibiarin seharian bermain.
Kesenjangan telah ada diantara saya dan anak-anak yang lain. Dalam bermain kami tidak pernah bertemu. Berkomunikasi sangat jarang akibat tidak adanya pertemuan. Sangat mengganggu psikologis saya. Ketika saya tiba-tiba bertemu dengan teman-teman seusia saya, saya tidak tahu berkata apa. Lidah saya tidak terbiasa berucap sapa dalam bermain. Saya hanya mengenal dan bisa menyebut nama kakak-kakak saya. Tidak jarang saya dibulli teman-teman akibat kurang pergaulan saya dengan teman-teman. Bukan hanya itu, saya jadi pendiam dan penakut ketika berhadapan dengan orang-orang disekitar saya. Dan itu telah mendarah daging hingga saya remaja dan bahkan dewasa. Saya takut bicara, saya takut salah, saya malu ditertawakan orang. Kadang orang menilai salah pada diriku, akibat kebanyaka diam, saya di judge sebagai orang sombong, tetapi mereka tidak mengerti apa yang terjadi pada diri saya. Pendidikan psikologis yang sangat fatal telah terjadi pada diri saya, semoga dan saya selalu berdoa agar adik-adik saya tidak mengalami hal yang sama denga apa yang saya alami.
Sekitar usia tujuh tahun saya memasuki bangku sekolah dasar tanpa menduduki bangku PG dan TK. Saat itu, kurikulum masih menggunakan Kurikulum 1996 sehingga masih menggunakan catur wulan. Satu catur wulan cukup bagi saya beradaptasi dengan teman-teman yang lain. Selama satu catur wulan saya duduk terasingkan dari teman-teman saya. Saya sekolah di kecamatan dimana sekolah itu sudah sedikit maju disbanding sekolah dimana saya tinggal. Disamping saya belajar alphabet dan angka, saya uga harus belajar bagaimaa berbicara dengan bahasa Indonesia yang benar. Saya sering menadi cemoohan teman-tema saat itu karena mereka tidk mengerti dengan apa yang saya ucapkan. Terkadang saya panik. Saya bagaikan patung ataupun boneka saat kecil. Saya tidak tahu mengadu kepada guru ataupun orangtua saya karena tidak terbiasanya berkomunikasi. Dalam catur wulan pertama saya menjadi pendiam kelas berat. Barangkali tidak bisa dikatakan pendiam, banyak orang kadang mengaggap saya orang bodoh. Beberapa kali guru saya mensomasi oragtua saya mengenai karakter saya disekolah. Disatu sisi sikap diam adalah sebuah kebanggaan. Saya tidak pernah mengganggu teman-teman layaknya seperti anak-anak yang aktif yang saya jumpai dikelas saat itu. Akibat somasi tersebut saya pun menjadi bahan ceramahan dirumah dan menjadi fokus didikan oragtua saya. Seingat saya, orangtua saya tidak pernah membimbing saya dalam mengerjakan tugas dari sekolah atau bahasa kami saat itu PR, semoga ingatan saya salah ya. Karena yang saya ingat hanya kakak sulung saya lah yang memandu saya dalam mengerjjakan setiap PR. Jerih payah saya dan kakak saya berbuah masih. Itu terlihat ketika caturwulan ke dua saya menduduki peringkat pertama dikelas. Guru saya sayng mensomasi orangtuaku dulu tidak melihat prestasiku saat caturwulan kedua sebab dia sudah pension saat itu. Namun ketika dia mengetahui kabar itu dia mengapresiasi perjuanganku. Sejak itu saya mulai mengenal diri saya dan semakin percaya diri. Saya menahlukkan anak-anak orang kaya saat itu. Saat itu terjadilah istilah anak petani menahlukkan anak pejabat. Saya yakin ibu saya bisa tersenyum saat itu.
Barangkali teman-teman apabila memperoleh peringkat yang bagus akan dihargai berupa suguhan kado ataupun memberikan reward yang cukup menggiurkan sehingga memotivasi kita dalam belajar. Berbanding terbaik dengan yang saya alami. Nothing reward, nothing gift, hanya ciuman seorang ibulah yang menjadi hadiah. Kini saya sadari ciuman itu melebihi harta kekayaan didunia yang fana ini. Ciuman sang ibu yang penuh arti. Dia tulus memperlakukan dan mengapresiasikan itu kepada saya melebihi sebuah kado dari seorang sinterklas. Tak terukur nilainya.
Menjalani sekolah dasar di SD 091444 Dolok Maraja kecamatan Dolok Panribuan, setiap hari pergi kesekolah dengan jalan kaki. Terkadang saya menyayangkan ketika melihat anak-anak ama sekarang menangis apabila tidak diantar dengan mobil ataupun motor kesekolah. Saya berjalan kaki kesekolah sejauh 1,5 Km dari rumah. Disekolah kami harus tiba paling lama pukul 07.00. lewat dari itu kami akan diberikan konsekwensi tidak masuk kekelas serta dipulangkan sesuai dengan tingkat keseringan terlambat. So, untuk mengantisipasi hal tersebut, saya dan kakak-kakak saya harus bangun pukul 05.00. kami punya tudah masing-masing. Ada yang memasak, membersihkan rumah dan ngangkat air. Setelah itu kami beranjak ke kali saat remang-remang pagi untuk mandi. Kami dan teman-teman sekampung sudah terbiasa mandi saat subuh dikali dan itu menjadi sebuah rutinitas dikampung kami. Kami menganggap dunia kami adalah dunia yang sebenarnya yang langsung bersentuhan dengan alam. Pukul 06.15 kami stand bye berangkat kesekolah jalan kaki. Kami hanya membutuhkan waktu 30 menit tiba kesekolah dengan jarak tempu 1,5 Km. Apabila kita perhitungkan kecepatan kami adalah 3 Km/jam. Kami harus melalui persawahan ketika berangkat kesekolah agar tidak terlambat dan tidak dihukum disekolah. Setiap pagi sepatu kami basa akibat embun dedaunan dijalur-jalur persawahan. kami jadi bahan olokan bagi teman-teman karena disaat siang hari ketika proses belajar mengajar berlangsung terciumlah sudah aroma tidak sedap.
Disekolah kami diperlakukan secara disiplin seperti militer. Kami tidak mendapatkan pendidikan karakter disekolah. Kami hanya difokuskan menuntaskan pelaaran yang tebalnya sangat memuakkan pada setiap buku, namun kami menikmatinya dan tidak bersungut-sungut. Bagaimana kami bisa disiplin disekolah padahal kami tidak belajar tentang kharakter seperti kurikulum 2013 yang mengutamakan sikap, keterampilan dan pengetahuan? Kami banyak belajar tentang sikap spiritual dan dan sosial dari orangtua saya secara khusus ibu tercinta. Disamping kami disuruh mengikusi sekolah minggu setiang hari minggunya kami mendapatkan pelajaran karakter yang sangat tak terbatas nilainya dari ibu saya. Ibu saya berangkat kesawah/lading setiap hari pukul 07.00 setelah kami erangkat kesekolah. Sebagai seorang ibu dia mempersiapkan makan siang kami diatas meja dibawah tudung saji dan dibagi sesuai dengan piring masing-masing. Jadi, setiap kami pulag dari sekolah, kami sudah punya jatah masing-masing untuk makan siang yang tersedia dipiring dan tidak ada istilah nambah. Hanya sajja, tidak di label pakai nama. Namun kami masng-masng sportif dan tidak curang dalam pengambilan makan siang. Itu tidak jarang terjadi.
Sepulang sekolah, saya makan siang dan ibu saya adalah tipe seniman. Dia sering menuliskan pesan dengan menuliskan kapur dilantai rumah kami denga tulisan “Coki, pulang sekolah kamu langsung datang keladang, tapi cuci dulu piring kekali” dan pesan-pesan yang lain sering ditinggalkan dilantai rumah kami. Tidak hanya pesan buat saya, begitu juga untuk kakak-kakak dan adik-adik saya. Kami punya mandate setiap hari dengan perantara tulisan dilantai atau dimeja. Kadang-kadang ibu saya menuliskan pesan lewat kapur, bilamana kapur sudah tiada, alternative yang lain adalah arang hitam yang menjadi solusi, dia tidak peduli dengan kebersihan lantai rumah, namun yang paling utama adalah message sent. Kadang saya berpikir ibu saya adalah kreatif dan cemerlang cara berpikirnya. Dia adlah sosok yang mempunyai segudang resolusi. Masalah apapun dalam keluarga kami selalu bisa diatasi, berbeda dengan sosok ayah saya, ibu saya jauh lebih bijak.
24 jam sehari adalah penuh dengan pembelajaran. Jika disekolah full belajar, jam istirahat terkadang saya duduk dikelas coret-coret dan membaca walaupun tulisan saya tidak begitu cantik tetapi saya suka menulis. Indicator suka menulis adalah bukan karena tulisannya inadh dilihat an rapi tapi sejauhmana konsistensinya dalam menulis, itulah pemahaman saya. Mengapa saya dikelas saat jam recess? Saya terkadang malu, teman-teman yang lain menghabiskan recess kekantin sementara saya tidak punya uang untuk itu, sehingga saya berpikir lebih dewasa dan mengambil kebijakan untuk menulis dan membaca. Beberapa kali saya diminta teman-teman anak orang kaya mengerjakan tugas/PR-nya dan saya diberikan bayaran, sebenarnya saya tidak menuntut balas atas budi yang saya lakukan tetapi teman-teman punya niat tulus memberikan itu. Terkadang itu bisa merupakan sebuah praktik KKN, seakan saya diukur dengan sebuah bayaran. Entah mengapa, saya berpikir sangat dewasa/mature saat itu. Ini merupakan real life. Bukan semata-mata untuk memperindah kata-kata dalam sebuah tulisan. Justru saya tidak bisa menulis ketika saya mengarang. Namun semua ini adalah hal yang terjadi dalam hidup saya.
Setiap pulang sekolah, makan siang dan langsung kesawah/lading. Tergantung message yang dititipkan sang ibu selaku otoritas kami dirumah. Usia Sekolah dasar mulai dari kelas satu hingga kuliah tangan saya sudah bersahabat dengan cangkul dan lumpur atau apapun itu yang berhubungan dengan pertanian. Pada saat pengolahan lahan, orang lain sibuk dengan menggunakan teknologi canggih, traktor. Sementara kami memanfaatkan sumber daya yang ada seperti tenaga kami ber empat bersaudara dan adik saya yang bontot belum bisa bergabung bersama kami. Kami mengolah sawah secara manual dengan menggunakan kaki dan cangkul. Saat musim tanam, orang lain sibuk dengan mengharapkan tenaga upahan untuk menanam padi di lahannya. Sementara kami tanam sendiri dengan memanfaatkan tenaga yang ada. Kami selalu diusahakan terlatih dalam segala hal pekerjaan.
Pengalaman hidup yang tak terlupakan. Jika teman-teman saya sepulang sekolah sibuk dengan bimbingan belajar dan khursus, saya sibuk dengan cangkul saya di lading/sawah. Kini saya sadari, ibu saya adalah sosok motivator bagi kami anak-anaknya. Saat kami bekerja disawah, ibu saya sangat rain berceritera, mendongeng, menceritakan cerita-cerita rakyat tradisional serta kearifan lokal yang ada diyakini disuku kami. Keluarga kami berasal dari dua suku ayah saya Batak Toba dan ibu saya Batak Simalungun. Nah, itu yang memperkaya cerita ibu saya saat kami bekerja di lading. Tidak segan-segannya juga dia menceritakan masa-masa suka-duka ibu saya saat muda, dia bercerita tentag mantan-mantannya.
Walau setiap hari kami lakoni, kami tidak merasa lelah karena cerita ibu saya yang tiada putus-putusnya. Selalu ada bahan ceritanya. Sungguh dia adalah sosok guru-digugu dan ditiru. Sebenarnya ibu saya terakhir meninggalkan bangku kuliah kira-kira semester dua di Fakultas Keguruan  jurusan Bahasa dan Sastra Inggris disalah satu kampus di Kota Pematangsiantar saat itu. Saya tidak mengaggap bahwa ibu saya ulet dalam bercerita oleh karena sempat kuliah. Karena saya tahu masa kuliahnya dulu tidak begitu mulus.
Kami terbiasa bekerja dengan secara team seperti paham goton-royong. Dipenghujung jalur sawah terkadang kami istirahat sekalian melepas lelah dan mengisi ulang air sebagai pelepas dahaga. Kadang kami disuguhkan dengan ubi rebus oleh adik saya perempuan yang langsung direbus diladang itu juga. Bagaikan ditaman firdaus. Kami nyaman memerankan hidup yang lebih dari cukup itu.
Usai istirahat sebentar kami kembali bekerja dan ibu saya sangat sering memotivasi kami dengan mencontohkan orang-orang sukses dari kampung kami itu. Dia tahu persis latarbelakang mereka dan ibu saya sering mengucapkan “si Anu itu dulu sama seperti kita, orangtuanya tidak punya apa-apa, namun karena gigihnya dalam bekerja dan rajin belajar dia sarjana dan menjadi pejabat” saat itu dia adi kepala  BKD di daerah kami. Bukan itu saja, masih banyak figure-figur lain menjadi yang diperlihatkan bagi kami. Ibu saya sering menyemangati kami dengan kata-kata “aku yakin kalian pasti sarjana semua kelak da sukses”. Ungkapan itu berulang kali terbersik ditelinga kami. Perkataan itu sungguh memang membuncah semangat kami dalam bekerja dan belajar.
Setiap orang didunia ini pasti punya permasalahan. Baik individu maupun dalam keluarga. Bukan bermaksud merendahkan harkat dan martabat keluarga saya. Keluarga saya menurut pandangan orang adalah tergolong broken home. Mengapa? Ayah saya dengan saudara-saudaranya tidak akur satu sama lain. Maklum, dikampung saya masih bisa ditemukan persoalan warisan antar saudara sehingga menyebabkan pertikaian keluarga pada saat itu. Saya tidak tahu bagaimana dengan sekarang. Karena saya sedang jauh dari daerah asal saya. Saya berharap itu tidak terjadi lagi. sebab mindset sudah berkembang seiring kemajuan teknologi dan peran serta gereja ditengah-tengah masyarakat sehingga meminimalisir gejala-gelaja sosial tersebut.
Walau terkesan broken home. Ibu saya tetap tegar dalam menakhodai kemana arah keluarga kami. Ibu saya tidak goyah dengan apa kata mereka. Dia tetap bekerja, berjuang dan berdoa. Dia punya keyakinan bahwa apa yang dikerjakannya adalah sungguh tulus dan benar. Pelarajan hidup yang sangat berharga yang dipertontonkan sang ibu kepada saya dan saudara-saudara saya. Ibu saya tidak pernah larut dalam sebuah persoalan yang tidak memiliki arti. Dia lebih memilih untuk bekerja bersama kami anak-anaknya.
Dengan gejolak ekonomi dan rumah tangga kami yang begitu berantakan. Ibu saya menanamkan kepada kami agar lebih dewasa menyikapi situasi. Menanamkan sikap mengenal jati diri atau bahasa daerah kami disebut BOTO LUNGUN alias tau diri. Setelah saya banyak membaca buku, saya temukan praktik yang salah yang diperankan ibu saya untuk kami anak-anaknya saat itu. Dia meminta kami agar menyikapi atau memahami situasi orangtua kami saat itu. Kami diajarkan untuk memikirkan darimana sumber kebutuhan sehari-hari dan harus menutupi utang yang banyak untuk biaya sekolah atau bercocok tanam. Dari salah satu buku yang saya baca karangan Hawari Aka mengatakan bahwa “ketika kita meminta anak-anak memposiskan dirinya diposisi kita saat kita bermasalah itu artinya kita merendahkan diri kita”. Otomatis dia lebih dewasa yang bisa mengerti kita. Ketika saya baca itu saya teringat akan kejadian-kejadian itu dan itu tidak terjadi hanya sekali. Namun, itu tidak jadi masalah bagi saya dan saudara-saudara saya, kami bersikap professional sebagai anak. Kami memahami penuh situasi dan kondisi kedua orangtua kami. Mereka juga tidak percah bercita-cita memiliki keluarga yang penuh dengan perjuangan seperti keluarga kami saat itu.
Yang menjadi hal menarik adalah saat kami anak-anaknya sudah dewasa dan kami menyelesaikannya bersama-sama dengan orangtua kami layaknya seperti kami menyelesaikan musim mengolah dan musim tanam disawah/ladang. Kami enjoy dengan perjungan hidup kami. Kami menganggap ini adalah sebuah proses. Kami beruntung ada diposisi itu. Mengeluh adalah hal yang tabu bagi kami.
Ketika kami diperhadapkan dengan situasi kekinian, yang penuh dengan sejuta tantangan, kami cukup siap dalam menghadapinya. Kami tidak menganggap suatu tantangan menjadi destroyer di image kami, namun kami sudah dibekali dengan peluru semangat, ketegaran, keteguhan serta tanggung jawab.

Bersambung masuk ke SMP

Clean up Day


Clean up the Class Edition

Independent Competition. Going to be the cleanest class. we don't care about won or not, the most important is daily clean up. Good luck for my great class. Beginning from the kids.

Edisi Birth Day 08 Desember 2014

Sore itu, delapan Desember 2014, aku duduk sendiri dan langit pun tertutupi dengan awan hitam tebal dan tidak lama kemudian terjadilah proses alam/siklus air dimana tempat aku berada saat itu.
Aku mulai kebingungan, sebenarnya ini adalah keinginan hatiku. Pikiranku tidak sanggup untuk melakukan ini. Terkadang hatiku tidak memahami sampai dimana kemampuan otakku berpikir. Itu artinya hatiku punya rasa ego yang tinggi terhadap organ tubuh ku yang lain. Tetapi walau demikian aku tetap mencoba dengan hanya motivasi semagat.
Disudut kota ini, tepat dibagian selatan kota Balikpapan dimana saya berada saat ini. Disebuah mess tercinta. Merenung, mengingat akan cita-cita jadi seorang motivator. Sebenarnya bukan sebuah cita-cita sich, namun hanya sebuah keinginan kuat saja. Karna saya ingin menadi berkat bagi setiap orang dan bangsa-bangsa. Menjadi seorang motivator masih sangat jauh diujung tanduk, dan belum terlihat gambaran yang menunjukkan yang mengarahkan aku kesana.
Untuk yang kesekian kalinya aku mencoba untuk menulis. Kali ini aku teringat akan perjuangan kedua orangtua ku. Mereka berdua berasal dari latar belakang keluarga yang cukup mampu, katakanlah bilamana kita kategorikan dalam kelas sosialnya, mereka ada di posisi menengah keatas. Namun sangat kontras dengan apa yang mereka alami saat ini, berbanding terbalik dengan apa yang mereka alami dimasa lalunya. Dengan ini, mengingatkan saya akan rumus matematika GARIS SEJAJAR. Apabila ditarik garis lurus, tak akan ada titik temunya. Begitulah yang bisa aku lihat saat ini. Barangkali mereka menikmati masa lalunya tidak begitu bijak dan bersyukur pada saat itu. Filsafat hidup bagaikan RODA PEDATI telah menjawab apa yang sudah terjadi. Sebenarnya aku tidak ingin mengatakan itu adalah gambaran dfilsafat roda pedati tersebut. Saya merasa berdosa dengan menjudge demikian, dan itu adalah salah. Aku tidak pernah menganggap mereka melakukan tindakan-tindakan yang kurang bijak. Sebab semua proses telah ditentukan Tuhan untuk kita masing-masing. Aku sayang pada mereka.
Aku sangat mengapresiasi perjuangan mereka. Walaupun kebijakan-kebijakan yang mereka putuskan terkadang kurang arif dalam menuntun anak-anaknya. Terkadang mereka tidak bisa memutuskan sesuatu dengan kompromistis dihadapanku dengan kakak-kakak dan adik-adikku. Dulu aku anggap itu adalah hal yang biasa, namun kini aku bisa memandang itu jauh lebih jelas sebab aku berdiri diatas bahu raksasa dan menyatakan itu adalah suatu proses yang salah yang mereka pertontonkan saat mengemudikan kapal berlayar yang sedang mereka nakhodai itu Dan masih banyak lagi koreksi yag telah terevaluasi seiring berjalannya waktu. Aku semakin memahaminya, untuk kesekian kalinya aku tidak ingin menyalahkan mereka. Mereka bukan salah namun belum menguasainya.
Disamping itu, bukan tidak banyak pelajaran hidup yang mereka berikan bagi aku, baik secara langsung maupun tidak. Aku bertumbuh dengan SEDERHANA, SABAR dan tetap BERSYUKUR. Aku yakin dengan semua itu bisa menuntun aku dalam hidup ini. Seorang Extraordinary People bukan dilihat dari kehebatan serta kekayaannya, namun lebih banyak dari mereka yang menjadi teladan atas kesederhanaan dan kebaikan mereka. Maka itu, sangat beralasan ketika aku bersyukur dengan apa yang terjadi pada diriku saat ini dan memotivasi diri lebih bijak lagi. Apa yang aku rasakan saat ini adalah balasan doa yang telah orangtuaku panjatkan kepada Tuhan. Sebuah tanggungjawab yang mereka pegang teguh. Kini besok usia ku bertambah satu tahun, semua ini adalah anugrah yang Tuhan berikan. Inilah jawaban doa dari mereka, saudara-saudaraku, serta orang yang aku cintai dan yang mencintai aku. Aku bangga memiliki kalian semua. I love you all. I love you Jesus. It’s all about You, Jesus. I testify that my life in the glory of God. My beloved parents, I pray and hope for both of you always health, be the blessing for all the people, and also you are heroes.   

Sabtu, 27 Februari 2016

Segala Sesuatu Bisa Dibatasi.



Kala itu jumat, 8 January 2016. Persisnya pada hari ulang tahun teman satu mess ku. Kami sama-sama bekerja di sebuah yayasan swasta. Dia seorang staff management sebagai designer dan saya sebagai guru. Tidak terbersik dalam pikiran saya pada saat itu. Kira-kira akan kejutan apa yang terjadi pada hari itu. Sepulang dari sekolah seperti biasanya langsung menuju mess kami tercinta. Namun sebelum tiba di mess saya mampir di sebuah modern market, Maxi. Saya membelikan beberapa keperluan lelaki, semir sepatu dan lain-lain.
Tiba di mess, saya langsung menyemir sepatu dan memperbaiki beberapa sepatu lama saya yang sedikit koyak akibat sudah tua dan saya kasi lem untuk menyatukan beberapa bagian yang sudah menganga. Semua sepatu saya perbaiki. Saya merasa senang dan spontan terbersik dalam pikira dan hati kecil saya. “tumben saya memperbaiki ini semua, memagnya saya mau bepergian kemana?” itulah yang ada di pikiran saya.
Setelah itu saya mencoba merebahkan tubuh saya di bed bertingkat kami. Oleh karena penatnya beraktivitas seharian di sekolah, tidak begitu lama mata saya terpejam dan membawakan saya dalam tidur lelap. Sekitar pukul 17.00 wita saya terbangun dan badanpun terasa segar. Teman-teman yang lain juga sudah pada pulang dari kerjaan.
Dengan melihat mereka sibuk kesana kemari seakan ada rencana untuk bepergian. Katakanlah hang out. Seperti biasanya apapun yang terjadi di mess itu saya tidak sungkan-sungkan menanyakan kepada teman-teman. “pada mau kemana sich, kok pada sibuk semua?”. Eh, ternyata benar asumsi saya. Mereka mau hang out. Mereka mengajak saya. Awalnya saya menolak ajakan mereka. Saya berpikir untuk yang kedua kalinya karena seorang dari mereka mengatakan ada acara traktiran dalam rangka ulang tahun teman kami yang dari kupang itu, Tiar. Beda dari yang biasanya, agak jarang dan tidak begitu minat jalan malam-malam apalagi dengan teman-teman cowok.
Tidak lam setelah saya diajak, saya pun meladeni ajakan mereka dan kami bergegas ke tempat angkringan lagganan teman-teman. Kami tiba disana. Saya sedikit betah dengan adanya wifi gratis. Hingga satu jam kami hanya bertiga disana dan menunggu teman-teman yang lain begitu lama. Hingga sekitar puku 20.00 wita teman-teman pada datang dan meramekan tempat dimana kami duduk dan sedikit berisik karena teman-teman saya yang kebanyakan bertipe dominan dan intim sementara saya bertipe stabil, maklum tipe pendengar yang baik. Saya lebih banyak mendengar celoteh-celoteh dan curhatan mereka seputar kerjaan dan canda tawa. Sya bisa tertawa banyak disana. Apalagi aksi si kupang kami yang satu itu. Setiap ucapan yang dilontarkan dan mimiknya mengandung sejuta tawa. Tidak salah ketika saya tertawa ketika dia bicara. Selang beberapa jam kemudian, dua orang dari teman-teman ternyata sudah merencanakan ada sebuah surprise untuk ulang tahun sikupang teman kami itu. Surpriseeeeeeee!!! Tada!!!!!!!! Dia pun malu karena dilihatin bayak pengunjung yang ada di angkringan pada malam itu.
Usai acara potong dan makan birthday cake-nya, waktupun kini larut malam. Pukul 00.00 wita tepat, muka saya pun sudah kusam dan pelipis mata atas dan bawahpun seakan ingin berjabat. Begitu juga dengan teman-teman sudah mengeluarkan nafas-nafas panjang beberapa kali. Ternyata, penelusuran itu tidak berakhir di angkringan. Kami masih diajak ke Bar. “Whhhhhhhat”. Hal yang tidak biasa bagi saya. Jangankan kesana, telinga saya terkadang najis mendengarnya. Namun oleh karena tawaran dan rayuan teman-teman dan dunia saat itu, saya juga tidak membayagkan kalau malam itu berujung di bar. Dulu saya membayangkan kalau bar itu adalah sesuatu tempat yang tabu dan tidak akan pernah mampir disana. Singkat cerita, kami jadi kesana dan tiba di kasir, masih dengan teman kami sikupang satu itu merogoh koceknya hingga 2 juta rupiah hanya untuk masuk dan sebotol minuman keras beralkohol. Saya tidak mautau apa nama minumannya. Kami pun memasuki tempat yang remang-remang dengan suara musik remix yang mengguncang seisi ruangan itu. Pengalaman pertama bagi saya. Ketika masuk kedalam telingan dan kepala saya seakan mau pecah akibat dengungan bas da trible musik remixnya. Kami langsung menuju tempat duduk yang kosong tepat di sudut bar itu. Beberapa pelayan bar langsung menghampiri kami dan memberikan minuman serta banyak lagi tawaran-tawaran seputar produk mereka di bar itu. Malam itu saya sedag ada di tengah-tengah yang dikatakan dunia malam. Saya terbayang dengan film-film hollywood yang beberapa scene-nya ada di bar dan diskotik. Saya menempatkan diri saya sebagai salah satu pemeran dalam film itu.
Tidak banyak kata dan kalimat yang keluar dari mulut kami. Hanya satu aktifitas yang tepat yang bisa dilakukan, yaitu dugem dalam bahasa gaulnya. Teman-teman yang sudah familiar dengan hal-hal seperti itu sehingga membuat badan mereka tidak kelihatan kaku saat menari seperti orang histeris layaknya seseorang yang mendewakan sesuatu. Pertama dalam benak saya adalah untuk mengamati bagaimana proses berjalannya aktifitas mereka disana. Tidak begitu lama teman-teman mengajak dan memaksa saya untuk meminum miras dan memasuki arena dugem. Badan saya pun seakan welcome dengan situasi itu. Dengan spontan badan saya mencoba untuk mengikuti gerakan-gerakan orang banyak banyak perlihatkan ditempat itu. Awalnya, teman-teman menertawakan saya karena badan saya yang begitu kaku dan belum terbiasa. Seiring dengan semakin bertambahnya miras masuk ketubuh seiring dengan itu jugalah gerakan-gerakan kreatif saya keluar. Kalau dipikir-pikir kadang saya malu sendiri pada diri saya.
Stigma masyarakat terhadap bar ataupun dunia malam sangat negatif. Apa yang saya lihat saat malam itu tidak berbeda jauh denga apa yang dipikirkan masyarakat banyak. Disana ada banyak wanita-wanita yang berjuang hidup dengan cara yang salah seperti prostitusi, miras, merokok dan masih banyak lagi. Bagi saya dugem itu tidak salah, bahkan bar itu tidak salah. Bar bisa saja sebagai tempat dimana seseorang buang suntuk atau cari hiburan dengan melepaskan kepenatan dengan menari walaupun dengan sedikit histeris. Namun tidak harus membumbuinya dengan pergaulan bebas atau prostitusi, miras dan narkoba. Saya mendapatkan pelajaran banyak disana. Setiap tamu yang datang kesana akan disambut dengan lemparan sejuta senyuman. Mereka memang ahlinya hospitality. Saat itu ada wanita disana menawarkan jabat tangan dan ingin berkenalan, teman-teman meladeninya. Namun saya sendiri ignore, tidak meladeninya. Saya langsung teringat pada pujaan hati saya yang sangat cantik dan menawan. Jauh lebih suci dari mereka.
Masuk ke dunia malam bukan berarti kita harus ambil bagian di dalamnya. Kita harus belajar dari ikan di laut. Walaupun airnya asin namun ikannya tidak harus asin. Walaupun tempat dimana kita berada hitam atau gelap, kita tidak harus terikut arus. Sekitar pukul 03.00 wita kami pun bertolak dari tempat itu dengan satu orang teman kami dengan keadaan sempoyongan dan tidak sadarakibat kebanyakan minum. Sehingga teman-teman harus merangkulnya saat berjalan.
Kami pulang, di perempatan jalan teman-teman masih berpikiran aneh dan ingin cari lonceng, biasanya disebut banci. Saya pun tidak ikut dalam aksi itu dan saya lebih memilih kembali ke mess. Malam itu pun berakhir dengan begitu aneh menurut saya. 

10 Januari 2016
By. Coki Gultom

My Creative Class, Eks 5th Grade C



These are some creative short stories of fifth grade C year 2014/2015 that mentored by Mr. Coki. 

I love creatures
One day, there were two boys in the planet. They are John and David. John has a new planet. Its name is planet Junes. Jon is so joy when he has a new planet. In the planet Junes has a many fruits. Sometimes, john and David squeeze an orange. Someday, a boy came to the planet, his name is Joshua. He came to the planet and he said to john and David, “wow!! Your planet has so many fruits”. But, David said that “do not come to my planet”. They are too proud as vain as peacock and also so throat full of frogs. Then, Joshua went to earth planet, he can go to anywhere in this planet and he said that the earth is so fascinating. And he said excitedly “I love a creature”. He believes that there is no as fascinating as earth in planet Junes. While planet Junes is full of rainfall every day, that is why when he met them, they were wearing coat. It is too terrified for planet Junes. Finally, Joshua repeated to say “I love creatures”.
By: Priskila Sinambela


My best friend, my angel
Once, at Terang Bangsa international school, in java, there is a person who always makes me smile and joy. It is a boy. One day, he asked me to go to the haunted place. He said that “come on, let’s go there”. I know that it’d be fascinating for us to come and to see. I said to him “okay, if that is what you want, I will go with you”. Then, we went there to see the place. When I go inside there, I saw a cute creature. I did not see any terrified things there. When we were in the way home, it rained suddenly. Our cloth almost wet. So, we stop and wore our coat. Sometimes, I felt happy because I had best friend in my life. Then, we started to go home. In the way go home, I met my friend, she is a girl and she is known someone proud as vain as peacock. She also throat full of frogs. She said “how so poor you are. Ha..Ha..Ha”. My friend felt so angry. I said to him “be patient”. When we arrived at home, I looked for my dog. But, my dogs are in anywhere. I tried to find my dog, but I cannot find its. My mom said to sit and to drink the mango juice that she squeezed in the morning. When my friend went home, my mom asked me to go to sleep.
The By: Irene
The confusing holiday story
It was summer and my family and I were choosing a holiday spot. Sometimes, we stayed home and to do some family activities in summer. We should just go to the beach! We can play beach balls, Frisbees and swimming. “There are a lot of fun games at the beach” said mom while squeezing an orange in the kitchen. “Do you have anywhere that has fascinating creatures like the zoo?” I asked. “You can go anywhere you want, but I am not going, I have another gymnastics meet” said Emily my sister. ”No, you don’t have gymnastics meet, your coach has called ad she said that the meet was canceled, so you can join with us on the holiday”, dad said. “Where are we going anywhere? We still have not decided where to go” Aaron said, my brother. “Let’s just vote” mom said while hanging her coat. “I want to go to the park!” Annie said joyfully. ”But, every time we went to the park, we always saw the clown that has throat full of frogs” Emily said with terrified. “You know what? Let’s just go to California. We never go there” dad said. “Ok fine” Emily said as vain as peacock. “Ok, let’s get packing then!” my mom said.
By: Nicole
Into the Woods
There once a baker who was known everywhere he always bakes good breads. One time, there is a girl, she wore a red coat and she is as vain as peacock. But, she is fascinating. The girl bought the breads for her grandmother. She is someone who was not found in anywhere. When the girl went to the woods a wicked with came into the bakers house and the witch said with throat full of frogs, she said “I cast a spell in your family and the cute. If you want to reverse the spell is a cow as white as milk, a coat as red as blood, as slipper as pure, as gold as a hair, as yellow as corn and the baker went to the woods finding the ingredients for the cure the joy for the creatures in the wood are amazing, because the baker brought sweets the sweets are squeeze. But when the two little red riding woods, the girl being terrified. Sometimes, no!
By: Yodha
A true and good friend
Once, there is a boy named Tim. He is a good boy who loves to play with everyone. But, his friend, Ian does not like Tim. Because everyone does not to play with Ian and he also mad because his friend like to say that Ian is as vain as peacock. His friend also likes to say he throat full of frogs. Sometimes, when Tim squeezes his orange that he wanted to drink, Ian always pours the orange juice to the floor. But, Tim is not mad because Tim cannot mad, so he always joy. Others like to accompany him. One day, when Tim and Ian wanted to go to school, rain came down suddenly. They were wet caused the rain, because they went to school by motorcycle. The, Tim came with car and said “this is my coat, just take it, so you are not rainy. After that, Ian realized that if he is vain, that’s why others don’t want related friendship with him. at school, Ian want to say sorry to Tim. But, he is too terrified to say sorry. Then, Tim came to Ian and said “what happen to you? I just want to say sorry to you, anywhere let’s friend” Ian replied. At last, they become friend. It is so fascinating at class and they drew some creatures.
By: Kelly


Holiday creatures
On day in the early morning, Casey went holiday with her parent. Sometimes, she and her parents go to china to visit her aunty there. She seat beside a girl that always talked with a joy. She was throat full of frogs.” It was night now” Casey said and at the time she saw the girl that wore white bloody dress. With terrified motion, Casey ran to her rooms. Finally, she saw a beautiful fascinating lady as vain as peacock. Casey was bored and she saw anywhere to look for her coat. She went to the kitchen and drank the lemonade. Squeeze… squeeze… squeeze….
By: Evfirga
The jealous boy (Tom)
Once, there is a boy. His name is Tom. His best friend is Tim. Everyday tom talked with throat full of frogs of a joy. Sometimes, Tim bought a peacock. When test is coming, Tim is terrified because he did not study, but, he bought a coat. One time, tom squeeze an orange at Tom, then, he discussed with her sister how to get the fascinating coat. He knew how to get the coat. He stole someone’s money with his sister silently. Then, they got out from their house.
Finally, he got the coat and selling to others. He said that “I am really. I just bought it just now”. But he did not believe if the boy is really creature and he took back the coat again. In another shop, the clerk was not suspicious about the coat. He showed the coat to others and also his mom. His mom knew that if tom bought the coat using someone’s money that he stole. Tom became shy and directly went home quickly. He prayed for God, “please give me a chance again, I promise that I will not do anymore”. He prayed more and more and talked with a joy like throat full of frogs in anywhere.
By: Kelsten
Best Birthday
One day, there is a school that has so many boys and girls. Sometimes, the boys are as vain as peacock and the girls whose have throat full of frogs. But, there is a boy who always plays with a joy, he is Gary. He always uses his coat wherever he goes. At winter, he terrified because his friend make a scary snow man. He always helps his father to wash their car. Gary always squeezed the sponge and sprayed the car. When he had birthday, his father gave him a fascinating doll. The doll is like a creature, it had one eye and one nose. He said that is his best birthday ever.
By: Christopher
Fascinating Alien Creature
Once, there was astronaut using a coat with full of joy before doing onto the spaceship. When they were in the spaceship, they rested before going to the new planet. Sometimes, they squeezed the oranges and ate bread before they landed. When landed, one of their items was lost and one of the astronaut said “I can’t find it in anywhere” then the other astronaut replied that “I find it”. Then, they started their journey to the new planet. When they opened the door, they saw many aliens staring at them and those made them became terrified and scream. They screamed so loudly until all the aliens ran and hide behind the rocks. Then, one of the alien could talk like human and said that they just wanted peace. When they ran back, they were as vain as peacock and also the both astronauts were with throat full of frogs because they talk so much about their journey and also they were vain.
By: Skylenn
Happily town
One morning, some adult people take their coat and squeeze oranges and bring it for a drink at work. Sometimes, they bring apple juices for drink. In the afternoon, the town was so busy in anywhere. People who throat full of frogs joined in the bar and had a joy. They all were as vain as peacock. At the midnight, the town became lonely. Only few peoples went out from their house. The others, who stayed at home usually watching TV, playing with their gadget and playing with their pets. At 9.00 p.m. almost all people put out their coat and sleep. At the other day, everybody who had pets was bringing their pets go out, because it was the pets festival. Some people being terrified with the other and other people also fascinating of their pets. All people had feeling about the other creatures. Along that day, they had fun. And the last, they put out their coat and go to sleep……. To be continued!!!
By: Enrique
Orange squeeze
Toni likes to drink orange every morning with a joy. He always squeezes an orange every morning. He terrified if the orange juice is not good. He always buy orange in everywhere. His house is full of orange in anywhere. Sometimes, he eats bread and drink orange juice. His friend, Toni, he is someone as vain as peacock, because he always said that if he drink at cafĂ© and he also throat full of frogs. Toni never stopped to buy oranges, even it is rain he wore coat to buy orange. All his friend asked him “why do you like to buy oranges?” and Toni replied “because it is fascinating and sometimes I will be orange creature”
By: Clive 
Naughty boy in a playground
Once in a playground, there is a boy as vain as peacock. Sometimes, he spit to merry-go-round. He always killed little creatures like beetle, fly, ant and mosquito. He is always fascinating to terrify the children in the playground. When they bought some balloons, he came again. He squeezed our balloon until it exploded. We always forgot about his booby-trap. He put his booby trap in anywhere. We did not enjoy in a playground. When the winter comes, we wear a coat. But, he took all of our coat and he mock at us. We called him throat full of frogs. He became angry. He never came back to the playground!
By: Sergio
Joy sometimes
There is a boy, his name is Justine. He always joy with his friend. One day, there is his friend who always bullies Justine, he is Steve. He always using the coat and said to Justine that everyone liked him, while Justine throats full of frogs. When he went home, he said to his mom “mom, my friend bullied me” and his mom answered “just don’t listen it”. His daddy wanted some orange juice and Justine squeezed the orange and gave it to his daddy. He went to school. Steve said “there is my toy at y home, it can be found in anywhere. While you, you don’t have some toys”. Steve always watched movie, while Justine always watched news. At last, Justine was fascinating because he had some new toys. They are the good Lego and creatures. His mom said that it was amazing. Finally, when Steve told his friends if he is rich, and others said that if he is as vain as peacock. And others like to Justine back. The end…
By: Edbert
Joy in anywhere
At the time, there is a boy who lives in a farm. His mom always cooks food for him. One day, his mom is about to have a baby. But, the boy is terrified when he heard that if the baby is girl. He thinks that the baby is throat full of frogs. He hides to the coat, so that his mom cannot find it. While he was squeezing an orange, he heard a sound coming from the forest. He thought that it was creature that wanted to eat him. But, it was actually his father in a coat that said “you know, Joy is actually in anywhere”. Sometimes, he is as vain as peacock. His father had enough money to buy a house in the city. Then, at the way to buy a house in the city, they saw his uncle at the grocery store. They called their uncle.
By: Sefriano
Play with friend on winter
I played with my friend yesterday. I made a beautiful creature. Sometimes, I played on the Ipad, when I went skiing, my friend using a coat. I terrified slide from the mountain than my friend is throat full of frogs, my friend always talked with me. When we had lunch, we squeezed and drank the orange juice ad also ate pizza. When I already eat, I could not find my coat anywhere. While my friend painted something fascinating. After that, my sister came, she had much money and he is as vain as peacock. Finally, we had fun joy.
By: Wesley
As vain as peacock
I have a friend. His name is Zanya Kisuragi. He is throat full of frogs about his mighty power. He does not believe if he is god’s creature. He thinks that he is the only one strongest people in the earth. When he talked about hi power, all friends are terrified. May peoples think that if he is a fascinating boy. But, the truth he is as vain as peacock. I saw him at his house. He always squeezed a juice with a joy. I realized that he loved his parents, but he hated others at the school. Sometimes, he enjoyed to play with us. He always was arrogant in anywhere. When it rained, he could not go home. I shared my coat, so that he could go home safely. Then, he thank to me. I realized that he just wanted to have many friends, so he talked about his power. The next day, he became a kind guy and enjoyed playing with us.
By: Christian
The joyful girl
Once, there was a joyful girl, named lily. She liked joy because she eats too much candy of joy. My friend told me that she was fascinating. But, she had throat full of frogs. Her biggest enemy was sadness. It made her terrified until she screamed, making almost her neighbor waked up at night. She always had a bad dream at night. There were two reasons she screamed. She had creature which go anywhere. She said she wanted to go. In the morning, it was raining, so she made a warm lemonade juice by squeezing the lemonade. After that, she went to school wearing a coat. Her friend Juicy was as vain as peacock. She felt that it was bad, so she made a mission that transformed bad character into a good character. So, everyone at the school was happy. She got very funny. The end….
By: Karina
Friendly creatures
Once upon a time, there was a boy who always made a problem and he also throat full of frogs. One day, he met a cute creature. He made it like a pet, so he told it to her little sister and she said “brother, what is that? Is that a creature from any planet?” the boy answered “I think so. But I will investigate it”.
After three hours later…. Little sister said “how is your investigation, brother? I am very curious” brother said “forget it. Mr. and Ms. Google said that this creature is from mars. Sometimes, it can I mean this creature are sometimes. It felt like it is dead but the creatures are sleeping”. Little creatures said “hello, what are your name boy and girl? Am I a squeeze” little girl added “my name is Scarlett Johansson. Yes, you are so very squeeze”. Brother also said “my name is Robert Downey JR. what is your name? You are so very squeeze” little creature said “my name is Chris Evans and I am from mars. Can you give a coat? After 4 years………..
Scarlett still was terrified, because the creature is already four years old. She does not want the creature dead, so she told to Robert and he said “Brother, is this creature will not dead? I don’t want this creatures dead” Robert said “no.. They will not dead. This creature is like human. So, they will not dead. At 4 years….
Chris Evans said that “joy to the world! No..no…no… someone and a robot was fighting out there.. to be continued..
By: Ruth 

My Eks Student Year 2014/2015
M
Bless The Nation Time
entored by Mr. Coki